Senin, 27 Desember 2010

Kerajaan Tidore

Tidore merupakan salah satu pulau kecil yang terdapat di gugusan kepulauan Maluku Utara, tepatnya di sebelah barat pantai pulau Halmahera. Sebelum Islam datang ke bumi Nusantara, pulau Tidore dikenal dengan nama; “Limau Duko” atau “Kie Duko”, yang berarti pulau yang bergunung api. Penamaan ini sesuai dengan kondisi topografi Tidore yang memiliki gunung api –bahkan tertinggi di gugusan kepulauan Maluku– yang mereka namakan gunung “Kie Marijang”. Saat ini, gunung Marijang sudah tidak aktif lagi. Nama Tidore berasal dari gabungan tiga rangkaian kata bahasa Tidore, yaitu : To ado re, artinya, ‘aku telah sampai’.
, Sejak awal berdirinya hingga raja yang ke-4, pusat kerajaan Tidore belum bisa dipastikan. Barulah pada era Jou Kolano Balibunga, informasi mengenai pusat kerajaan Tidore sedikit terkuak, itupun masih dalam perdebatan. Tempat tersebut adalah Balibunga, namun para pemerhati sejarah berbeda pendapat dalam menentukan dimana sebenarnya Balibunga ini. Ada yang mengatakannya di Utara Tidore, dan adapula yang mengatakannya di daerah pedalaman Tidore selatan.
Pada tahun 1495 M, Sultan Ciriliyati naik tahta dan menjadi penguasa Tidore pertama yang memakai gelar Sultan. Saat itu, pusat kerajaan berada di Gam Tina. Ketika Sultan Mansyur naik tahta tahun 1512 M, ia memindahkan pusat kerajaan dengan mendirikan perkampungan baru di Rum Tidore Utara. Posisi ibukota baru ini berdekatan dengan Ternate, dan diapit oleh Tanjung Mafugogo dan pulau Maitara. Dengan keadaan laut yang indah dan tenang, lokasi ibukota baru ini cepat berkembang dan menjadi pelabuhan yang ramai.
Dalam sejarahnya, terjadi beberapa kali perpindahan ibukota karena sebab yang beraneka ragam. Pada tahun 1600 M, ibukota dipindahkan oleh Sultan Mole Majimo (Ala ud-din Syah) ke Toloa di selatan Tidore. Perpindahan ini disebabkan meruncingnya hubungan dengan Ternate, sementara posisi ibukota sangat dekat, sehingga sangat rawan mendapat serangan. Pendapat lain menambahkan bahwa, perpindahan didorong oleh keinginan untuk berdakwah membina komunitas Kolano Toma Banga yang masih animis agar memeluk Islam. Perpindahan ibukota yang terakhir adalah ke Limau Timore di masa Sultan Saif ud-din (Jou Kota). Limau Timore ini kemudian berganti nama menjadi Soa-Sio hingga saat ini.
EKSPANSI TIDORE KE TIMUR NUSANTARA
Selain Kerajaan Ternate, Kerajaan Tidore juga merupakan salah satu Kerajaan besar di jazirah Maluku Utara yang mengembangkan kekuasaannya terutama ke wilayah selatan pulau Halmahera dan kawasan Papua bagian barat. Sejak 600 tahun yang lalu Kerajaan ini telah mempunyai hubungan kekuasaan dengan Irian Barat sebagai wilayah taklukannya, bahkan sampai ke beberapa Kepulauan di kawasan selatan lautan Pasific. Waktu itu, yang memegang kendali kekuasaan pemerintahan di Kerajaan Tidore, ialah Sultan Mansyur, Sultan Tidore yang ke 10.
Menurut (Almarhum) Sultan Zainal Abidin Syah “Alting”, Sultan Tidore yang ke 35, yang dinobatkan di Tidore pada tanggal 27 Perbruari 1947, yang bertepatan dengan tanggal 26 Rabiulawal 1366.H, bahwa Kerajaan Tidore terdiri dari 2 bagian, yaitu:

1. Nyili Gam a. Yade Soa-Sio se Sangadji se Gimelaha b. Nyili Gamtumdi c. Nyili Gamtufkange d. Nyili Lofo-Lofo
2. Nyili Papua (Nyili Gulu-Gulu). a. Kolano Ngaruha (Raja Ampat) b. Papua Gam Sio c. Mavor Soa Raha

SILSILAH KERAJAAN SETELAH DAN SEBELUM MASUKNYA ISLAM

1. (……… – ………) Kolano Sah Jati 2. (……… – ………) Kolano Bosamuangi 3. (……… – ………) Kolano Subu 4. (……… – ………) Kolano Balibunga 5. (……… – ………) Kolano Duku Madoya 6. (1317  – ………) Kolano Kie Matiti 7. (……… – ………) Kolano Sele 8. (……… – ………) Kolano Metagena 9. (1334   – 1372) Kolano Nur ud-din 10. (1373 – …?…) Kolano Hasan Syah 11. (1495 – 1512) Sultan Ciriliati alias Jamal ud-din 12. (1512 – 1526) Sultan Mansyur 13. (1529 – 1547) Sultan Amir ud-din Iskandar Zulkarnain 14. (1547 – 1569) Sultan Kie Mansyur 15. (1569 – 1586) Sultan Miri Tadu Iskandar Sani Amir ul-Muzlimi, kawin dengan Boki Randan Gagalo, seorang puteri dari Sultan Babu’llah Datu Syah ibni Sultan Khair ul-Jamil. 16. (1586 – 1599) Sultan Gapi Maguna alias Sultan Zainal Abidin Siraj ud-din aliasKaicil Siraj ul-Arafin, yang kawin dengan Boki Filola pada tahun 1585 seorang puteri dari sultan Ternate Sultan Said ud-din Barakat Syah ibni al-Marhum Sultan Babullah Datu Syah 17. (1599 – 1626) Sultan Mole Majimu alias Molemgini Jamal ud-din alias ‘Ala ud-din Syah 18. (1626 – 1633) Sultan Ngora Malamo alias Sultan ‘Ala ud-din ibni Sultan Jamal ud-din 19. (1633 – 1653) Sultan Gorontalo alias Kaicil Sehe 20. (1653 – 1657) Sultan Magiau alias Sultan Said ud-din ibni Sultan ‘Ala ud-din
21. (1657 – 1689) Sultan Syaif ud-din alias Kaicili Golofino 22. (1689 – 1700) Sultan Hamzah Fakhr ud-din ibni al-Marhum Sultan Syaif ud-din 23. (1700 – 170  Sultan Abul Falal al-Mansyur 24. (1708 – 172  Sultan Hasan ud-din 25. (1728 – 1756) Sultan Amir Muhid-din Bi-fallil-ajij alias Kaicil Bisalalihi 26. (1756 – 1780) Sultan Jamal ud-din 27. (1780 – 1784) Sultan Patra Alam 28. (1784 – 1797) Sultan Kamal ud-din 29. (1797 – 1805) Sultan Nuku alias Sultan Said-ul Jehad Muhammad al-Mabus Amir ud-din Syah alias Kaicil Paparangan alias Jou Barakati 30. (1805 – 1810) Sultan Mohammad Zain al-Abidin 31. (1810 – 1822) Sultan Mohammad Tahir (Wafat : 17 November 1821) 32. (1822 – 1856) Sultan Akhmad-ul Mansyur (Dinobatkan 19 April 1822, wafat 11 Juli 1856) 33. (1857 – 1865) Sultan Akhmad Safi ud-din alias Khalifat ul-Mukarram Sayid-din Kaulaini ila Jaabatil Tidore alias Jou Kota (Dinobatkan April 1857) 34. (1867 – 1894) Sultan Johar Alam (Dinobatkan Agustus 1867) 35. (1894 – 1905) Sultan Akhmad Kawi ud-din Alting alias Kaicil Syahjoan, (Dinobatkan Juli 1849) Pada masa ini Keraton Tidore dibumihanguskan sebagai sikap protes terhadap kebijakan pihak Belanda yang merugikan Tidore) 36. (1947 – …….) Sultan Zain al-Abidin “Alting” Syah (Dinobatkan di Tidore pada tgl. 27 Perbruari 1947, bertepatan dengan tgl. 26 Rabiulawal 1366-H) 37. (Sekarang) Sultan Djafar “Dano Yunus” Syah
MASA KEJAYAAN TIDORE
Tidore mencapai kejayaannya pada masa pemerintahan Sultan Nuku alias Sultan Said-ul Jehad Muhammad al-Mabus Amir ud-din Syah alias Kaicil Paparangan yang oleh kawula Tidore dikenal dengan sebutan Jou Barakati. Pada masa kekuasaannya 1797 - 1805), wilayah Kerajaan Tidore mencakup kawasan yang cukup luas hingga mencapai Kepulauan Pasifik bagian selatan.
Wilayah sekitar pulau Tidore yang menjadi bagian wilayahnya adalah Papua, gugusan pulau-pulau Raja Ampat dan pulau Seram Timur. Di Kepulauan Pasifik bagian selatan, kekuasaan Tidore, mencakup :
1. Mikronesia 2. Melanesia 3. Kepulauan Kapita Gamrange 4. Kepulauan Solomon 5. Kepulauan Marianas 6. Kepulauan Marshal 7. Ngulu, 8. Fiji, dan 9. Vanuatu
Beberapa pulau dan daerah di Pasifik selatan yang hingga hari ini masih menggunakan identitas nama daerah dengan embel-embel Nuku, adalah : a. Kepulauan Nuku Lae-lae b. Nuku Maboro c. Nuku Wange d. Nuku Nau e Nuku Oro f. Nuku Fetau g. Nuku Nono h. Nuku Haifa, dan i. Nuku Alova j. Wilayah lainnya yang termasuk dalam kekuasaan Tidore adalah Haiti.
Di masa Sultan Nuku yang hanya berkuasa sekitar delapan tahun inilah, Kerajaan Tidore mencapai masa kegemilangan dan menjadi kerajaan besar yang wilayahnya paling luas dan disegani di seluruh kawasan itu, termasuk oleh kolonial Eropa. Di masa Sultan Nuku juga, kekuasaan Tidore sampai ke Kepulauan Pasifik di luar wilayah Nusantara. Menurut catatan sejarah Tidore, Sultan Nuku sendiri yang datang dan memberi nama pulau-pulau yang ia kuasai, dari Mikronesia hingga Melanesia dan Kepulauan Solomon. Nama-nama pulau di pasifik selatan yang masih memakai nama Nuku hingga saat ini adalah Nuku Hifa, Nuku Oro, Nuku Maboro, Nuku Nau, Nuku Lae-lae, Nuku Fetau dan Nuku Nono seperti yang diuraikan di atas..
HUBUNGAN ANTAR KERAJAAN TERNATE DAN TIDORE
Kepulauan Maluku terkenal sebagai penghasil rempah-rempah terbesar di dunia. Rempah-rempah tersebut menjadi komoditi utama dalam dunia pelayaran dan perdagangan pada abad 15 – 17. Demi kepentingan penguasaan perdagangan rempah-rempah tersebut, maka mendorong terbentuknya persekutuan daerah-daerah di Maluku Utara yang disebut dengan Ulilima dan Ulisiwa.
Ulilima berarti persekutuan lima bersaudara yang dipimpin oleh Ternate yang terdiri dari Ternate, Obi, Bacan, Seram dan Ambon. Sedangkan Ulisiwa adalah persekutuan sembilan bersaudara yang terdiri dari Tidore, Makayan, Jailolo dan pulau-pulau yang terletak di kepulauan Halmahera sampai Irian Barat.

Antara persekutuan Ulilima dan Ulisiwa tersebut terjadi persaingan. Persaingan tersebut semakin nyata setelah datangnya bangsa Barat ke Kepulauan Maluku.
Bangsa barat yang pertama kali datang adalah Portugis yang akhirnya bersekutu dengan Ternate tahun 1512. Karena persekutuan tersebut maka Portugis diperbolehkan mendirikan benteng di Ternate.
Spanyol pun datang ke Maluku pada waktu itu bermusuhan dengan Portugis. Akhirnya Spanyol di Maluku bersekutu dengan Tidore.
Akibat persekutuan tersebut maka persaingan antara Ternate dengan Tidore semakin tajam, bahkan menyebabkan terjadinya peperangan antara keduanya yang melibatkan Spanyol dan Portugis. Dalam peperangan tersebut Tidore dapat dikalahkan oleh Ternate yang dibantu oleh Portugis.
Keterlibatan Spanyol dan Portugis pada perang antara Ternate dan Tidore, pada dasarnya bermula dari persaingan untuk mencari pusat rempah-rempah dunia sejak awal penjelajahan samudra, sehingga sebagai akibatnya Paus turun tangan untuk membantu menyelesaikan pertikaian tersebut.

Usaha yang dilakukan Paus untuk menyelesaikan pertikaian antara Spanyol dan Portugis adalah dengan mengeluarkan dekrit yang berjudul Inter caetera Devinae, yang berarti Keputusan Illahi. Dekrit tersebut ditandatangani pertama kali tahun 1494 di Thordessilas atau lebih dikenal dengan Perjanjian Thordessilas. Dan selanjutnya setelah adanya persoalan di Maluku maka kembali Paus mengeluarkan dekrit yang kedua yang ditandatangani oleh Portugis dan Spanyol di Saragosa tahun 1528 atau disebut dengan Perjanjian Saragosa.
ISI PERJANJIAN
Perjanjian Thordessilas merupakan suatu dekrit yang menetapkan pada peta sebuah garis maya perbatasan dunia yang disebut Garis Thordessilas yang membentang dari Kutub Utara ke Kutub Selatan melalui Kepulauan Verdi di sebelah Barat benua Afrika. Wilayah di sebelah Barat Garis Thordessilas ditetapkan sebagai wilayah Spanyol dan di sebelah Timur sebagai wilayah Portugis.
Perjanjian Saragosa
menetapkan sebuah garis maya baru sebagai garis batas antara kekuasaan Spanyol dengan kekuasaan Portugis yang disebut dengan Garis Saragosa. Di mana garis tersebut membagi dunia menjadi 2 bagian yaitu Utara dan Selatan. Bagian Utara garis Saragosa merupakan kekuasaan Spanyol dan bagian Selatannya adalah wilayah kekuasaan Portugis.
DAMPAK PERJANJIAN
Dengan adanya perjanjian Saragosa tersebut, maka sebagai hasilnya Portugis tetap berkuasa di Maluku sedangkan Spanyol harus meninggalkan Maluku dan memusatkan perhatiannya di Philipina. Sebagai akibat dari perjanjian Saragosa, maka Portugis semakin leluasa dan menunjukkan keserakahannya untuk menguasai dan memonopoli perdagangan rempah-rempah di Maluku. Tindakan sewenang-wenang Portugis menimbulkan kebencian di kalangan rakyat Ternate, bahkan bersama-sama rakyat Tidore dan rakyat di pulau-pulau lainnya bersatu untuk melawan Portugis. Perlawanan terhadap Portugis pertama kali dipimpin oleh Sultan Hairun dari Ternate, sehingga perang berkobar dan benteng pertahanan Portugis dapat dikepung. Dalam keadaan terjepit tersebut, Portugis menawarkan perundingan. Akan tetapi perundingan tersebut merupakan siasat Portugis untuk membunuh Sultan Hairun tahun 1570.
Dengan kematian Sultan Hairun, maka rakyat Maluku semakin membenci Portugis, dan kembali melakukan penyerangan terhadap Portugis yang dipimpin oleh Sultan Baabullah pada tahun 1575. Perlawanan ini lebih hebat dari sebelumnya sehingga pasukan Sultan Baabullah dapat menguasai benteng Portugis. Keberhasilan Sultan Baabullah merebut benteng Sao Paolo mengakibatkan Portugis menyerah dan meninggalkan Maluku. Dengan demikian Sultan Baabullah dapat menguasai sepenuhnya Maluku dan pada masa pemerintahannya tahun 1570 – 1583 kerajaan Ternate mencapai kejayaannya karena daerah kekuasaannya meluas terbentang antara Sulawesi sampai Irian dan Mindanau sampai Bima, sehingga Sultan Baabullah mendapat julukan ‘Tuan dari 72 Pulau’. Demikianlah uraian materi tentang kehidupan politik kerajaan Ternate dan Tidore. Untuk selanjutnya Anda dapat menyimak uraian materi tentang kehidupan ekonomi berikut ini.

KEHIDUPAN EKONOMI KE DUA KERAJAAN

Kerajaan Ternate dan Tidore berkembang sebagai kerajaan Maritim. Dan hal ini juga didukung oleh keadaan kepulauan Maluku yang memiliki arti penting sebagai penghasil utama komoditi perdagangan rempah-rempah yang sangat terkenal pada masa itu. Dengan andalan rempah-rempah tersebut maka banyak para pedagang baik dari dalam maupun luar Nusantara yang datang langsung untuk membeli rempah-rempah tersebut, kemudian diperdagangkan di tempat lain.
Dengan kondisi tersebut, maka perdagangan di Maluku semakin ramai dan hal ini tentunya mendatangkan kemakmuran bagi rakyat Maluku. Adanya monopoli dagang Portugis maka perdagangan menjadi tidak lancar dan menimbulkan kesengsaraan rakyat di Maluku.
KEHIDUPAN SOSIAL DAN BUDAYA
Masuknya Islam ke Maluku maka banyak rakyat Maluku yang memeluk agama Islam terutama penduduk yang tinggal di tepi pantai, sedangkan di daerah pedalaman masih banyak yang menganut Animisme dan Dinamisme.
Dengan kehadiran Portugis di Maluku, menyebabkan agama Katholik juga tersebar di Maluku. Dengan demikian rakyat Maluku memiliki keanekaragaman agama. Perbedaan agama tersebut dimanfaatkan oleh Portugis untuk memancing pertentangan antara pemeluk agama. Dan apabila pertentangan sudah terjadi maka pertentangan tersebut diperuncing oleh campur tangan orang-orang Portugis. Dalam bidang kebudayaan yang merupakan peninggalan kerajaan Ternate dan Tidore terlihat dari seni bangunan berupa bangunan Masjid dan Istana Raja dan lain-lain.

Kerajaan Ternate

1.Kerajaan Ternate
Pulau Gapi (kini Ternate) mulai ramai di awal abad ke-13, penduduk Ternate awal merupakan warga eksodus dari Halmahera. Awalnya di Ternate terdapat 4 kampung yang masing - masing dikepalai oleh seorang momole (kepala marga), merekalah yang pertama – tama mengadakan hubungan dengan para pedagang yang datang dari segala penjuru mencari rempah – rempah. Penduduk Ternate semakin heterogen dengan bermukimnya pedagang Arab, Jawa, Melayu dan Tionghoa. Oleh karena aktifitas perdagangan yang semakin ramai ditambah ancaman yang sering datang dari para perompak maka atas prakarsa momole Guna pemimpin Tobona diadakan musyawarah untuk membentuk suatu organisasi yang lebih kuat dan mengangkat seorang pemimpin tunggal sebagai raja.
Tahun 1257 momole Ciko pemimpin Sampalu terpilih dan diangkat sebagai Kolano (raja) pertama dengan gelar Baab Mashur Malamo (1257-1272). Kerajaan Gapi berpusat di kampung Ternate, yang dalam perkembangan selanjutnya semakin besar dan ramai sehingga oleh penduduk disebut juga sebagai “Gam Lamo” atau kampung besar (belakangan orang menyebut Gam Lamo dengan Gamalama). Semakin besar dan populernya Kota Ternate, sehingga kemudian orang lebih suka mengatakan kerajaan Ternate daripada kerajaan Gapi. Di bawah pimpinan beberapa generasi penguasa berikutnya, Ternate berkembang dari sebuah kerajaan yang hanya berwilayahkan sebuah pulau kecil menjadi kerajaan yang berpengaruh dan terbesar di bagian timur Indonesia khususnya Maluku.
a.Kehidupan politik Sebelum masuknya islam
Di masa – masa awal suku Ternate dipimpin oleh para momole. Setelah membentuk kerajaan jabatan pimpinan dipegang seorang raja yang disebut Kolano. Mulai pertengahan abad ke-15, Islam diadopsi secara total oleh kerajaan dan penerapan syariat Islam diberlakukan. Sultan Zainal Abidin meninggalkan gelar Kolano dan menggantinya dengan gelar Sultan. Para ulama menjadi figur penting dalam kerajaan.
Setelah Sultan sebagai pemimpin tertinggi, ada jabatan Jogugu (perdana menteri) dan Fala Raha sebagai para penasihat. Fala Raha atau Empat Rumah adalah empat klan bangsawan yang menjadi tulang punggung kesultanan sebagai representasi para momole di masa lalu, masing – masing dikepalai seorang Kimalaha. Mereka antara lain ; Marasaoli, Tomagola, Tomaito dan Tamadi. Pejabat – pejabat tinggi kesultanan umumnya berasal dari klan – klan ini. Bila seorang sultan tak memiliki pewaris maka penerusnya dipilih dari salah satu klan. Selanjutnya ada jabatan – jabatan lain Bobato Nyagimoi se Tufkange (Dewan 18), Sabua Raha, Kapita Lau, Salahakan, Sangaji.
Selain Ternate, di Maluku juga terdapat paling tidak 5 kerajaan lain yang memiliki pengaruh. Tidore, Jailolo, Bacan, Obi dan Loloda. Kerajaan – kerajaan ini merupakan saingan Ternate memperebutkan hegemoni di Maluku. Berkat perdagangan rempah Ternate menikmati pertumbuhan ekonomi yang mengesankan, dan untuk memperkuat hegemoninya di Maluku Ternate mulai melakukan ekspansi. Hal ini menimbulkan antipati dan memperbesar kecemburuan kerajaan lain di Maluku, mereka memandang Ternate sebagai musuh bersama hingga memicu terjadinya perang. Demi menghentikan konflik yang berlarut – larut, raja Ternate ke-7 Kolano Cili Aiya atau disebut juga Kolano Sida Arif Malamo (1322-1331) mengundang raja – raja Maluku yang lain untuk berdamai dan bermusyawarah membentuk persekutuan. Persekutuan ini kemudian dikenal sebagai Persekutan Moti atau Motir Verbond. Butir penting dari pertemuan ini selain terjalinnya persekutuan adalah penyeragaman bentuk kelembagaan kerajaan di Maluku. Oleh karena pertemuan ini dihadiri 4 raja Maluku yang terkuat maka disebut juga sebagai persekutuan Moloku Kie Raha (Empat Gunung Maluku).
b.Silsilah Kerajaan sebelum masuknya  islam 
-Kaicil MASHUR  MALAMO  1257 – 1277   adalah   pemimpin   Kerajaan    pertama  dengan  menggunakan titel  Kolano. bertempat   tinggal di Sampalu, Gamlamo Tua.
-Kaicil  JAMIN , 1272 – 1284
-Kaicil  KAMALU  , 1284 – 1298
-Kaicil  BAKUKU  , 1284 – 1304   Pada  masa  Pemerintahannya, pusat pemerintahan   kerajaan dipindahkan ke Foramadiahe
-Kaicil  NGARA    MALAMO , 1304 – 1317
-Kaicil  PATSARANGAH  MALAMO , 1317 – 1322
-Kaicil  SIDANG  ARIF  MALAMO, 1322 – 1331    Kempat  Kerajaan   Maluku    menyetujui   suatu Perserikatan   berdasarkan   persekutuan   Moti ( Moti  Verbond ).Pada  masa  ini  banyak  orang  Jawa  dan  Arab berdiam  di  Ternate.
-Kaicil PAJIMALAMO, 1332–1332
-Kaicil  SAH    ALAM  , 1332 – 1343  Ia memasukkan Pulau Makian di bawah kekuasaan  Kerajaan Ternate
-Kaicil  TULU  MALAMO ,1343 – 1347 Perjanjian Moti  dibatalkan.
-Kaicil  KIE   MABIJI , 1347 – 1350
-Kaicil  NGOLO  MACAHAYA ,1350 – 1357
-Kaicil  MAMOLO , 1357 – 1372
-Kaicil  GAPI  MALAMO  I , 1359 – 1372
-Kaicil  GAPI  BAGUNA  I  , 1372 – 1377   Putra tertuanya kawin dengan Putri Kerajaan  Jailolo dan dengan demikian menjadi ahli waris   Kerajaan ini.
-Kaicili  KAMALU 1377 – 1432
-Kaicil   SIN ( GAPI  BAGUNA II )  1432 – 1465
-Kaicil  MARHOEM   1465 – 1486 Putranya adalah Sultan ZAINAL  ABIDIN.
2.kedatangan islam
Tak ada sumber yang jelas mengenai kapan awal kedatangan Islam di Maluku khususnya Ternate. Namun diperkirakan sejak awal berdirinya kerajaan Ternate masyarakat Ternate telah mengenal Islam mengingat banyaknya pedagang Arab yang telah bermukim di Ternate kala itu. Beberapa raja awal Ternate sudah menggunakan nama bernuansa Islam namun kepastian mereka maupun keluarga kerajaan memeluk Islam masih diperdebatkan. Hanya dapat dipastikan bahwa keluarga kerajaan Ternate resmi memeluk Islam pertengahan abad ke-15.
Kolano Marhum (1465-1486), penguasa Ternate ke-18 adalah raja pertama yang diketahui memeluk Islam bersama seluruh kerabat dan pejabat istana. Pengganti Kolano Marhum adalah puteranya, Zainal Abidin (1486-1500). Beberapa langkah yang diambil Sultan Zainal Abidin adalah meninggalkan gelar Kolano dan menggantinya dengan Sultan, Islam diakui sebagai agama resmi kerajaan, syariat Islam diberlakukan, membentuk lembaga kerajaan sesuai hukum Islam dengan melibatkan para ulama. Langkah-langkahnya ini kemudian diikuti kerajaan lain di Maluku secara total, hampir tanpa perubahan. Ia juga mendirikan madrasah yang pertama di Ternate. Sultan Zainal Abidin pernah memperdalam ajaran Islam dengan berguru pada Sunan Giri di pulau Jawa, disana beliau dikenal sebagai “Sultan Bualawa” (Sultan Cengkih).
a.Silsilah Kerajaan sesudah masuknya islam
1 4 8 6
ZAINAL  ABIDIN,  Sultan  Ternate  pertama. Ia pergi ke Jawa berguru dan memperoleh ajaran Agama Islam dari Sunan Giri.  Menurut beberapa sumber, ia wafat ketika dalam perjalanan pulang, sedangkan sumber lain mengatakan bahwa ia memerintah hingga  akhir  abad  15.
1 5 0 0
KAICIL  LELIATUR   Sultan   Ternate  yang  ke II.  Ia  mewajibkan seluruh kaula Kerajaan  berpakaian yang pantas dan harus menikah menurut hukum Islam..
1 5 3 5
KAICIL   HAJOER  atau  HAIRUN,  Sultan  Ternate  ke-3.  Dalam daftar Raja – Raja Arab,  Ia tercatat memerintah dari  tahun  1538 – 1565.  Penulis Portugis  menyebutkan  Aciro.
1 5 7 0
SULTAN  HAIRUN,  atas  perintah Wali  Negeri  de Mesquita dibunuh  dalam  Benteng oleh Portugis. BABULLAH  DATU  SAH,  Sultan  Ternate  ke – 4. Babullah  disebut sebagai Penguasa  72  Pulau,  walaupun di  Ternate  sendiri sebutan ini tidak  dikenal.Dibawah  kekuasaan  Sultan ini, Kerajaan – Kerajaan  Ternate  membentang  :
Di  bagian  Selatan  sampai  Bima
Di  bagian  Barat  sampai  Makassar
Di  bagian  Timur  sampai  Banda
Di  bagian  Utara  sampai  Mindanao.
1 5 8 4
SAIFUDDIN,  Sultan  Ternate  ke – 5. Dilahirkan sekitar tahun 1563 dan tinggal dengan  Ayahnya  di –Benteng  Gamlamo.
1 6 0 7
KORNELIS  MATELIEF DE JONGE,  tiba di  Ternate dan  membangun  Benteng di  tempat bernama-Malajoe ( Fort  Oranje ). Pada  26 Juni Ia  mengadakan perjanjian dengan Mudaffar bahwa  untuk bantuannya melawan Spanyol, Ia memperoleh monopoli perdagangan rempah – rempah.Menurut catatan  Valentijn ( I B hal. 224 ) bahwa pada 1610, Mudaffar  dinobatkan sebagai  Sultan Ternate ke -6.Gerard  Gerardzoon  Van  Der  Buis  diangkat sebagai Ketua suatu Dewan yang terdiri dari 8 orang untuk mendampinginya
1 6 2 7
Sultan  Mudaffar  Wafat. Kaicil  Hamzah,  Sultan  Ternate  ke –7
1 6 4 8
MANDARSYAH,   Sultan  Ternate  ke-8
1 6 7 5    .            .
KAICIL  SIBORI   Amsterdam, Sultan  Ternate  ke-9.Menurut  Van  Der  Crab,  Sultan ini memerintah hingga  tahun 1691, tetapi menurut  Valentijnhanya  sampai  1910.  Pada  tahun  1675,  Ia  mengurus seorang Duta ke Batavia,  dan dengan Duta ini Pemerintah Tertinggi  Belanda mengadakan perjanjian  tanggal 7 Januari 1676 dan  pada 12 Oktober.
1 6 9 2
KAICIL  TOLOKO,  Sultan  Ternate  ke-10.Menurut  Van  Der  Crab,  titel Sultan  ini adalah : Said  Fathullah.  Sultan ini berkuasa hingga  1714.
1 7 1 4
RAJALAUT,  Sultan  Ternate ke-11 Sultan ini berkuasa sampai tahun 1751  (1165  H ).                                       .
1 7 5 1
KAICIL  OUTHOORN  INSAH,  Sultan  Ternate  ke-12. Setahun kemudian (1 7 5 2 ) terjadi penyatuan  Makian  dan  Kesultanan  Ternate  ( Perjanjian  4  juni )
1 7 5 4
SAHMARDAN,  Sultan  Ternate  ke13.                                                                                                            .
Sultan  Ternate  ke14                                                                                              1 7 6 3
ZWAARDEKROON          .
1 7 7 7
KAICIL  ARUNSAH,  Sultan  Ternate  ke15                                                                                                      .
……………………………………., Sultan Ternate ke 16
1 7 9 6
Sarka  atau Sarkan, Sultan  Ternate  ke-17.
1 8 0 1
MOHAMMAD  YASIN, Sultan Ternate  ke-18.
1 8 0 7
MOHAMMAD  ALI,  Sultan  Ternate  ke-19.Perjanjian Belanda dengan Sultan ini ditandatangani  di Benteng  Oranye,  tanggal 16 Mei 1807.  Butir dan pasal 14 perjanjian berbunyi : “ Sultan dan Pembesar – Pembesar Kerajaan berjanji akan tetap setia, pada pelindung mereka,  Kompeni Hindia Timur Belanda ( Nederland  Indische  Companie ) dan setiap tahun akan mengirim 2  budak laki-laki,  2  budak perempuan,  10  ekor  burung Kakatua  dan 10  ekor  burung Nuri berkepala merah.Perjanjian ini pada akhirnya tidak di tepati Ternate.Pemerintah Belanda  memperoleh berita, bahwa pada 1806 di Negeri Belanda,  Republik  Bataaf  di Negara itu  telah bertukar  dengan Kekaisaran  Perancis.
b.Kehidupan Politik sesudah masuknya islam
Di masa pemerintahan Sultan Bayanullah (1500-1521), Ternate semakin berkembang, rakyatnya diwajibkan berpakaian secara islami, teknik pembuatan perahu dan senjata yang diperoleh dari orang Arab dan Turki digunakan untuk memperkuat pasukan Ternate. Di masa ini pula datang orang Eropa pertama di Maluku, Loedwijk de Bartomo (Ludovico Varthema) tahun 1506. Tahun 1512 Portugis untuk pertama kalinya menginjakkan kaki di Ternate dibawah pimpinan Fransisco Serrao, atas persetujuan Sultan, Portugis diizinkan mendirikan pos dagang di Ternate. Portugis datang bukan semata – mata untuk berdagang melainkan untuk menguasai perdagangan rempah – rempah Pala dan Cengkih di Maluku.
Untuk itu terlebih dulu mereka harus menaklukkan Ternate. Sultan Bayanullah wafat meninggalkan pewaris - pewaris yang masih sangat belia. Janda sultan, permaisuri Nukila dan Pangeran Taruwese, adik almarhum sultan bertindak sebagai wali. Permaisuri Nukila yang asal Tidore bermaksud menyatukan Ternate dan Tidore dibawah satu mahkota yakni salah satu dari kedua puteranya, pangeran Hidayat (kelakSultan Dayalu) dan pangeran Abu Hayat (kelak Sultan Abu Hayat II). Sementara pangeran Tarruwese menginginkan tahta bagi dirinya sendiri. Portugis memanfaatkan kesempatan ini dan mengadu domba keduanya hingga pecah perang saudara. Kubu permaisuri Nukila didukung Tidore sedangkan pangeran Taruwese didukung Portugis.
Setelah meraih kemenangan pangeran Taruwese justru dikhianati dan dibunuh Portugis. Gubernur Portugis bertindak sebagai penasihat kerajaan dan dengan pengaruh yang dimiliki berhasil membujuk dewan kerajaan untuk mengangkat pangeran Tabariji sebagai sultan. Tetapi ketika Sultan Tabariji mulai menunjukkan sikap bermusuhan, ia difitnah dan dibuang ke Goa – India. Disana ia dipaksa Portugis untuk menandatangani perjanjian menjadikan Ternate sebagai kerajaan Kristen dan vasal kerajaan Portugis, namun perjanjian itu ditolak mentah-mentah Sultan Khairun (1534-1570).
Perlakuan Portugis terhadap saudara – saudaranya membuat Sultan Khairun geram dan bertekad mengusir Portugis dari Maluku. Tindak – tanduk bangsa barat yang satu ini juga menimbulkan kemarahan rakyat yang akhirnya berdiri di belakang sultan Khairun. Sejak masa sultan Bayanullah, Ternate telah menjadi salah satu dari tiga kesultanan terkuat dan pusat Islam utama di Nusantara abad ke-16 selain Aceh dan Demak setelah kejatuhan kesultanan Malaka tahun 1511. Ketiganya membentuk Tripple Alliance untuk membendung sepak terjang Portugis di Nusantara.
Tak ingin menjadi Malaka kedua, sultan Khairun mengobarkan perang pengusiran Portugis. Kedudukan Portugis kala itu sudah sangat kuat, selain memiliki benteng dan kantong kekuatan di seluruh Maluku mereka juga memiliki sekutu – sekutu suku pribumi yang bisa dikerahkan untuk menghadang Ternate. Dengan adanya Aceh dan Demak yang terus mengancam kedudukan Portugis di Malaka, Portugis di Maluku kesulitan mendapat bala bantuan hingga terpaksa memohon damai kepada sultan Khairun. Secara licik Gubernur Portugis, Lopez de Mesquita mengundang Sultan Khairun ke meja perundingan dan akhirnya dengan kejam membunuh Sultan yang datang tanpa pengawalnya. Pembunuhan Sultan Khairun semakin mendorong rakyat Ternate untuk menyingkirkan Portugis, bahkan seluruh Maluku kini mendukung kepemimpinan dan perjuangan Sultan Baabullah (1570-1583), pos-pos Portugis di seluruh Maluku dan wilayah timur Indonesia digempur, setelah peperangan selama 5 tahun, akhirnya Portugis meninggalkan Maluku untuk selamanya tahun 1575.
Kemenangan rakyat Ternate ini merupakan kemenangan pertama putera-putera nusantara atas kekuatan barat. Dibawah pimpinan Sultan Baabullah, Ternate mencapai puncak kejayaan, wilayah membentang dari Sulawesi Utara dan Tengah di bagian barat hingga kepulauan Marshall dibagian timur, dari Philipina (Selatan) dibagian utara hingga kepulauan Nusa Tenggara dibagian selatan. Sultan Baabullah dijuluki “penguasa 72 pulau” yang semuanya berpenghuni (sejarawan Belanda, Valentijn menuturkan secara rinci nama-nama ke-72 pulau tersebut) hingga menjadikan kesultanan Ternate sebagai kerajaan islam terbesar di Indonesia timur, disamping Aceh dan Demak yang menguasai wilayah barat dan tengah nusantara kala itu. Periode keemasaan tiga kesultanan ini selama abad 14 dan 15 entah sengaja atau tidak dikesampingkan dalam sejarah bangsa ini padahal mereka adalah pilar pertama yang membendung kolonialisme barat.
Sepeninggal Sultan Baabullah Ternate mulai melemah, Spanyol yang telah bersatu dengan Portugis tahun 1580 mencoba menguasai kembali Maluku dengan menyerang Ternate. Dengan kekuatan baru Spanyol memperkuat kedudukannya di Filipina, Ternate pun menjalin aliansi dengan Mindanao untuk menghalau Spanyol namun gagal bahkan sultan Said Barakati berhasil ditawan Spanyol dan dibuang ke Manila. Kekalahan demi kekalahan yang diderita memaksa Ternate meminta bantuan Belanda tahun 1603. Ternate akhirnya sukses menahan Spanyol namun dengan imbalan yang amat mahal. Belanda akhirnya secara perlahan-lahan menguasai Ternate, tanggal 26 Juni 1607 Sultan Ternate menandatangani kontrak monopoli VOC di Maluku sebagai imbalan bantuan Belanda melawan Spanyol. Di tahun 1607 pula Belanda membangun benteng Oranje di Ternate yang merupakan benteng pertama mereka di nusantara.
Sejak awal hubungan yang tidak sehat dan tidak seimbang antara Belanda dan Ternate menimbulkan ketidakpuasan para penguasa dan bangsawan Ternate. Diantaranya adalah pangeran Hidayat (15?? - 1624), Raja muda Ambon yang juga merupakan mantan wali raja Ternate ini memimpin oposisi yang menentang kedudukan sultan dan Belanda. Ia mengabaikan perjanjian monopoli dagang Belanda dengan menjual rempah – rempah kepada pedagang Jawa dan Makassar.
c.Kemunduran Ternate
Semakin lama cengkeraman dan pengaruh Belanda pada sultan – sultan Ternate semakin kuat, Belanda dengan leluasa mengeluarkan peraturan yang merugikan rakyat lewat perintah sultan, sikap Belanda yang kurang ajar dan sikap sultan yang cenderung manut menimbulkan kekecewaan semua kalangan. Sepanjang abad ke-17, setidaknya ada 4 pemberontakan yang dikobarkan bangsawan Ternate dan rakyat Maluku.
Tahun 1635, demi memudahkan pengawasan dan mengatrol harga rempah yang merosot Belanda memutuskan melakukan penebangan besar – besaran pohon cengkeh dan pala di seluruh Maluku atau yang lebih dikenal sebagai Hongi Tochten, akibatnya rakyat mengobarkan perlawanan. Tahun 1641, dipimpin oleh raja muda Ambon Salahakan Luhu, puluhan ribu pasukan gabungan Ternate – Hitu – Makassar menggempur berbagai kedudukan Belanda di Maluku Tengah. Salahakan Luhu kemudian berhasil ditangkap dan dieksekusi mati bersama seluruh keluarganya tanggal 16 Juni 1643. Perjuangan lalu dilanjutkan oleh saudara ipar Luhu, kapita Hitu Kakiali dan Tolukabessi hingga 1646.
Tahun 1650, para bangsawan Ternate mengobarkan perlawanan di Ternate dan Ambon, pemberontakan ini dipicu sikap Sultan Mandarsyah(1648-1650,1655-1675) yang terlampau akrab dan dianggap cenderung menuruti kemauan Belanda. Para bangsawan berkomplot untuk menurunkan Mandarsyah. Tiga diantara pemberontak yang utama adalah trio pangeran Saidi, Majira dan Kalumata. Pangeran Saidi adalah seorang Kapita Laut atau panglima tertinggi pasukan Ternate, pangeran Majira adalah raja muda Ambon sementara pangeran Kalumata adalah adik sultan Mandarsyah. Saidi dan Majira memimpin pemberontakan di Maluku tengah sementara pangeran Kalumata bergabung dengan raja Gowa sultan Hasanuddin di Makassar. Mereka bahkan sempat berhasil menurunkan sultan Mandarsyah dari tahta dan mengangkat Sultan Manilha (1650–1655) namun berkat bantuan Belanda kedudukan Mandarsyah kembali dipulihkan. Setelah 5 tahun pemberontakan Saidi cs berhasil dipadamkan. Pangeran Saidi disiksa secara kejam hingga mati sementara pangeran Majira dan Kalumata menerima pengampunan Sultan dan hidup dalam pengasingan.
Sultan Muhammad Nurul Islam atau yang lebih dikenal dengan nama Sultan Sibori (1675 – 1691) merasa gerah dengan tindak – tanduk Belanda yang semena - mena. Ia kemudian menjalin persekutuan dengan Datuk Abdulrahman penguasa Mindanao, namun upayanya untuk menggalang kekuatan kurang maksimal karena daerah – daerah strategis yang bisa diandalkan untuk basis perlawanan terlanjur jatuh ke tangan Belanda oleh berbagai perjanjian yang dibuat para pendahulunya. Ia kalah dan terpaksa menyingkir ke Jailolo. Tanggal 7 Juli 1683 Sultan Sibori terpaksa menandatangani perjanjian yang intinya menjadikan Ternate sebagai kerajaan vazal Belanda. Perjanjian ini mengakhiri masa Ternate sebagai negara berdaulat.
Meski telah kehilangan kekuasaan mereka beberapa Sultan Ternate berikutnya tetap berjuang mengeluarkan Ternate dari cengkeraman Belanda. Dengan kemampuan yang terbatas karena selalu diawasi mereka hanya mampu menyokong perjuangan rakyatnya secara diam – diam. Yang terakhir tahun 1914 Sultan Haji Muhammad Usman Syah (1896-1927) menggerakkan perlawanan rakyat di wilayah – wilayah kekuasaannya, bermula di wilayah Banggai dibawah pimpinan Hairuddin Tomagola namun gagal. Di Jailolo rakyat Tudowongi, Tuwada dan Kao dibawah pimpinan Kapita Banau berhasil menimbulkan kerugian di pihak Belanda, banyak prajurit Belanda yang tewas termasuk Coentroleur Belanda Agerbeek, markas mereka diobrak – abrik. Akan tetapi karena keunggulan militer serta persenjataan yang lebih lengkap dimiliki Belanda perlawanan tersebut berhasil dipatahkan, kapita Banau ditangkap dan dijatuhi hukuman gantung. Sultan Haji Muhammad Usman Syah terbukti terlibat dalam pemberontakan ini oleh karenanya berdasarkan keputusan pemerintah Hindia Belanda, tanggal 23 September 1915 no. 47, sultan Haji Muhammad Usman Syah dicopot dari jabatan sultan dan seluruh hartanya disita, beliau dibuang ke Bandung tahun 1915 dan meninggal disana tahun 1927
Pasca penurunan sultan Haji Muhammad Usman Syah jabatan sultan sempat lowong selama 14 tahun dan pemerintahan adat dijalankan oleh Jogugu serta dewan kesultanan. Sempat muncul keinginan pemerintah Hindia Belanda untuk menghapus kesultanan Ternate namun niat itu urung dilaksanakan karena khawatir akan reaksi keras yang bisa memicu pemberontakan baru sementara Ternate berada jauh dari pusat pemerintahan Belanda di Batavia.
Dalam usianya yang kini memasuki usia ke-750 tahun, Kesultanan Ternate masih tetap bertahan meskipun hanya tinggal simbol belaka. Jabatan sultan sebagai pemimpin Ternate ke-49 kini dipegang oleh sultan Drs. Hi. Mudhaffar Sjah, BcHk. (Mudaffar II) yang dinobatkan tahun 1986.
d.Peninggalan budaya
Imperium nusantara timur yang dipimpin Ternate memang telah runtuh sejak pertengahan abad ke-17 namun pengaruh Ternate sebagai kerajaan dengan sejarah yang panjang masih terus terasa hingga berabad kemudian. Ternate memiliki andil yang sangat besar dalam kebudayaan nusantara bagian timur khususnya Sulawesi (utara dan pesisir timur) dan Maluku. Pengaruh itu mencakup agama, adat istiadat dan bahasa.
Sebagai kerajaan pertama yang memeluk Islam Ternate memiliki peran yang besar dalam upaya pengislaman dan pengenalan syariat-syariat Islam di wilayah timur nusantara dan bagian selatan Filipina. Bentuk organisasi kesultanan serta penerapan syariat Islam yang diperkenalkan pertama kali oleh sultan Zainal Abidin menjadi standar yang diikuti semua kerajaan di Maluku hampir tanpa perubahan yang berarti. Keberhasilan rakyat Ternate dibawah sultan Baabullah dalam mengusir Portugis tahun 1575 merupakan kemenangan pertama pribumi nusantara atas kekuatan barat, oleh karenanya almarhum Buya Hamka bahkan memuji kemenangan rakyat Ternate ini telah menunda penjajahan barat atas bumi nusantara selama 100 tahun sekaligus memperkokoh kedudukan Islam, dan sekiranya rakyat Ternate gagal niscaya wilayah timur Indonesia akan menjadi pusat kristen seperti halnya Filipina.
Kedudukan Ternate sebagai kerajaan yang berpengaruh turut pula mengangkat derajat Bahasa Ternate sebagai bahasa pergaulan di berbagai wilayah yang berada dibawah pengaruhnya. Prof E.K.W. Masinambow dalam tulisannya; “Bahasa Ternate dalam konteks bahasa - bahasa Austronesia dan Non Austronesia” mengemukakan bahwa bahasa Ternate memiliki dampak terbesar terhadap bahasa Melayu yang digunakan masyarakat timur Indonesia. Sebanyak 46% kosakata bahasa Melayu di Manado diambil dari bahasa Ternate. Bahasa Melayu – Ternate ini kini digunakan luas di Indonesia Timur terutama Sulawesi Utara, pesisir timur Sulawesi Tengah dan Selatan, Maluku dan Papua dengan dialek yang berbeda – beda. Dua naskah Melayu tertua di dunia adalah naskah surat sultan Ternate Abu Hayat II kepada Raja Portugal tanggal 27 April dan 8 November 1521 yang saat ini masih tersimpan di museum Lisabon – Portugal.

Raja-Raja Bedahulu bali

 
1. Sri Wira Dalem Kesari Warmadewa - (882-913)
2. Sri Ugrasena - (915-939)
3. Agni
4. Tabanendra Warmadewa
5. Candrabhaya Singa Warmadewa - (960-975)
6. Janasadhu Warmadewa
7. Sri Wijayamahadewi
8. Dharmodayana Warmadewa (Udayana) - (988-1011)
9. Gunapriya Dharmapatni (bersama Udayana) - (989-1001)
10. Sri Ajnadewi
11. Sri Marakata - (1022-1025)
12. Anak Wungsu - (1049-1077)
13. Sri Maharaja Sri Walaprabu - (1079-1088)
14. Sri Maharaja Sri Sakalendukirana - (1088-1098)
15. Sri Suradhipa - (1115-1119)
16. Sri Jayasakti - (1133-1150)
17. Ragajaya
18. Sri Maharaja Aji Jayapangus - (1178-1181)
19. Arjayadengjayaketana
20. Aji Ekajayalancana
21. Bhatara Guru Sri Adikuntiketana
22. Parameswara
23. Adidewalancana
24. Mahaguru Dharmottungga Warmadewa
25. Walajayakertaningrat (Sri Masula Masuli atau Dalem Buncing?)
26. Sri Astasura Ratna Bumi Banten (Dalem Bedahulu) - (1332-1343)
27. Dalem Tokawa (1343-1345)
28. Dalem Makambika (1345-1347)
29. Dalem Madura

silsilah eksultanan palembang 2

 

No Nama Penguasa Tahun Makam Keturunan
1 Ario Dillah (Ario Damar) 1455 – 1486 Jl. Ario Dillah III, 20 ilr Anak Brawijaya V
2 Pangeran Sedo ing Lautan (diganti putranya) s.d 1528 1 Ilir, di sebelah Masjid Sultan Agung Keturunan R. Fatah
3 Kiai Gede in Suro Tuo (diganti saudaranya) 1528 – 1545 1 Ilir, halaman musim Gedeng Suro Anak R Fatah
4 Kiai Gede in Suro Mudo (Kiai Mas Anom Adipati ing Suro/Ki Gede ing Ilir) (diganti putranya) 1546 – 1575 1 Ilir, kompleks makam utama Gedeng Suro Saudara Kiai Gede in Suro Tuo
5 Kiai Mas Adipati (diganti saudaranya) 1575 – 1587 1 Ilir, makam Panembahan selatan Sabo Kingking Anak Kiai Gede in Suro Mudo
6 Pangeran Madi ing Angsoko (diganti adiknya) 1588 – 1623 20 ilir, candi Angsoko Anak Kiai Gede in Suro Mudo
7 Pangeran Madi Alit (diganti saudaranya) 1623 – 1624 20 Ilir, sebelah RS Charitas Anak Kiai Gede in Suro Mudo
8 Pangeran Sedo ing Puro (diganti keponakannya) 1624 – 1630 Wafat di Indralaya Anak Kiai Gede in Suro Mudo
9 Pangeran Sedo ing Kenayan (diganti keponakannya) 1630 – 1642 2 Ilir, Sabokingking
10 Pangeran Sedo ing Pasarean (Nyai Gede Pembayun) (diganti putranya) 1642 – 1643 2 Ilir, Sabokingking Cucu Kiai Mas Adipati
11 Pangeran Mangkurat Sedo ing Rejek (diganti saudaranya) 1643 – 1659 Saka Tiga, Tanjung Raja Anak Pangeran Sedo ing Pasarean
12 Kiai Mas Hindi, Pangeran Kesumo Abdurrohim (Susuhunan Abdurrahman Khalifatul Mukminin Sayyidul Imam) (diganti putranya) 1662 – 1706 Candi Walang (Gelar Sultan Palembang Darusslam 1675) Anak Pangeran Sedo ing Pasarean
13 Sultan Muhammad (Ratu) Mansyur Jayo ing Lago (Diganti saudaranya) 1706 – 1718 32 Ilir, Kebon Gede Anak Kiai Mas Hindi
14 Sultan Agung Komaruddin Sri teruno (diganti keponakannya) 1718 – 1727 1 Ilir, sebelah Masjid Sultan Agung Anak Kiai Mas Hindi
15 Sultan Mahmud Badaruddin I Jayo Wikromo (diganti putranya) 1727 – 1756 3 Ilir, Lamehabang Kawmah Tengkurap Anak Sultan Muhammad Mansyur Jayo ing Lago
16 Sultan/Susuhunan Ahmad Najamuddin I Adi Kesumo (diganti putranya) 1756 – 1774 3 Ilir, Lemahabang (wafat 1776) Anak Sultan Mahmud Badaruddin I
17 Sultan Muhammad Bahauddin 1774 - 1803 3 Ilir, Lemahabang Anak Sultan Ahmad Najamuddin I
18 Sultan/Susuhunan Mahmud Badaruddin II R. Hasan 1803 - 1821 Dibuang ke Ternate (wafat 1852) Anak Sultan Muhammad Bahauddin
19 Sultan/Susuhunan Husin Dhiauddin (adik SMB II) 1812 – 1813 Wafat 1826 di Jakarta. Makam di Krukut, lalu dipindah ke Lemahabang Anak Sultan Muhammad Bahauddin
20 Sultan Ahmad Najamuddin III Pangeran Ratu (putra SMB II) 1819 – 1821 Dibuang ke Ternate Anak SMB II
21 Sultan Ahmad najamuddin IV Prabu Anom (putra Najamuddin II) 1821 – 1823 Dibuang ke Manado 25-10-1825. Wafat usia 59 tahun Anak Sultan Husin Dhiauddin
22 Pangeran Kramo Jayo, Keluarga SMB II. Pejabat yang diangkat Pemerintah Belanda sebangai Pejabat Negara Palembang 1823 – 1825 Dibuangke Purbalingga Banyumas. Makam di 15 Ilir, sebelah SDN 2, Jl. Segaran Anak Pangeran Natadiraja M. Hanafiah

Nama Sultan-Sultan Palembang

1 Sultan Abdurrahman Kholifatul Mukminin Sayidul Imam
(dimakamkan di Kompleks Pemakaman Candi Walang) 1069-1118 1659-1706
2 Sultan Muhammad Mansyur Jayo Ing Lago
(Dimakamkan di Kompleks Pemakaman Kebon Gede 32 ilir) 1118-1126 1706-1714
3 Sultan Anom Alimuddin
(Dimakamkan di Kompleks Pemakaman Kebon Gede 32 ilir) 1126-1126 1714-1714
4 Sultan Agung Komaruddin Sri Teruno
(Dimakamkan di Kompleks Pemakaman 1 ilir) 1126-1136 1714-1724
5 Sultan Mahmud Badaruddin Jayo Wikramo (SMB I)
(Kompleks Pemakaman Gubah Utama / Kawah Tekurep) 1136-1171 1724-1758
6 Sultan Ahmad Najamuddin ( I ) Adi Kusumo
(Kompleks Pemakaman Gubah Tengah / Kawah Tekurep) 1171-1190 1758-1776
7 Sultan Muhammad Bahauddin
(Kompleks Pemakaman Gubah Luan / Kawah Tekurep ) 1190-1218 1776-1803
8 Sultan Mahmud Badaruddin (SMB II)
(Dimakamkan di Kompleks Pemakaman Ternate/Maluku) 1218-1236 1803-1821
9 Sultan Ahmad Najamuddin ( II ) Husin Diauddin
(Dimakamkan di Kompleks Pemakaman Kawah Tekurep /
Pindahan dari Jakarta) 1228-1233 1813-1818
10 Sultan Ahmad Najamuddin ( III )Pangeran Ratu
(Dimakamkan di Kompleks Pemakaman Ternate/Maluku) 1234-1236 1819-1821
11 Sultan Ahmad Najamuddin ( IV )Prabu Anom
(Dimakamkan di Manado/Sulawesi Utara) 1238-1240 1821-1825
12 Sultan Mahmud Badaruddin III Prabudiraja
(Drs. R.M. Sjafei Prabudiraja, SH.) 29-Dzulhjh-
1423 - skrg 3-03-2003
s.d. skrng

Nama Raja-Raja Brunei

Raja-raja Brunei

Raja-raja Brunai Darusalam yang memerintah sejak didirikannya kerajaan pada tahun 1363 M yakni:

1. Sultan Muhammad Shah (1383 - 1402)
2. Sultan Ahmad (1408 - 1425)
3. sultan Syarif Ali (1425 - 1432)
4. Sultan Sulaiman (1432 - 1485)
5. Sultan Bolkiah (1485 - 1524)
6. Sultan Abdul Kahar (1524 - 1530)
7. Sultan Saiful Rizal (1533 - 1581)
8. Sultan Shah Brunei (1581 - 1582)
9. Sultan Muhammad Hasan (1582 - 1598)
10. Sultan Abdul Jalilul Akbar (1598 - 1659)
11. Sultan Abdul Jalilul Jabbar (1669 - 1660)
12. Sultan Haji Muhammad Ali (1660 - 1661)
13. Sultan Abdul Hakkul Mubin (1661 - 1673)
14. Sultan Muhyiddin (1673 - 1690)
15. Sultan Nasruddin (1690 - 1710)
16. Sultan Husin Kamaluddin (1710 - 1730) (1737 - 1740)
17. Sultan Muhammad Alauddin (1730 - 1737)
18. Sultan Omar Ali Saifuddien I (1740-1795)
19. Sultan Muhammad Tajuddin (1795-1804) (1804-1807)
20. Sultan Muhammad Jamalul Alam I (1804)
21. Sultan Muhammad Kanzul Alam (1807-1826)
22. Sultan Muhammad Alam (1826-1828)
23. Sultan Omar Ali Saifuddin II (1828-1852)
24. Sultan Abdul Momin (1852-1885)
25. Sultan Hashim Jalilul Alam Aqamaddin (1885-1906)
26. Sultan Muhammad Jamalul Alam II (1906-1924)
27. Sultan Ahmad Tajuddin (1924-1950)
28. Sultan Omar 'Ali Saifuddien III (1950-1967)
29. Sultan Haji Hassanal Bolkiah Mu'izzaddin Waddaulah (1967-..... )

Nama Raja-Raja Bone

1. Mattasi LompoE ManurungngE ri Matajang 1330-1358 (28 Thn)

2. La Ummasa 1358-1424 (66 Thn)

3. La Saliyu Karampelluwa 1424-1496 (72 Thn)

4. Ibenri Gau Arung Majang 1496-1516 (20 Thn)

5. La Tenri Sukki 1516-1543 (27 Thn)

6. La Uliyo Bote’E 1543-1568 (25 Thn)

7. La Tenri Rawe BongkangngE 1568-1584 (16 Thn)

8. La Inca’ 1584-1595 (11 Thn)

9. La Pattawe MatinroE ri Bulukumba 1595-1602 (7 Thn)

10. We Tenri Tuppu Maddussila 1602-1611 (9 Thn)

11. La Tenri Rua Arung Palakka MatinroE ri Bantaeng 1611 (3 bln)

12. La Tenri Pale To Akkappeang Arung Timurung 1611-1625 (14 Thn)

13. La Maddaremmeng 1625-1640 (15 Thn)

14. La Tenroaji Tosenrima 1640-1643 (3Thn)

15. La Tenri Tatta Arung Palakka 1667-1696 (29 Thn)

16. La Patau Matanna Tikka 1696-1714 (18 Thn)

17. Batari Toja Dattalaga Arung Timurung 1714-1715 (1 Thn)

18. La Padassajati 1715-1718 (3 Thn)

19. La Pareppa To Sappewali 1718-1721 (3 Thn)

20. La Panaongi To Pawawoi 1721-1724 (3 Thn)

21. Batari Toja Dattalaga Arung Timurung 1724-1749 (25 Thn)

22. La TemmassongE TO AppaingE 1749-1775 (26 Thn)

23. La Tenri Tappu 1775-1812 (37 Thn)

24. To Appatunru 1812-1823 (11 Thn)

25. I Mani Arung Data 1823-1835 (12 Thn)

26. La Mappaseling 1835-1845 (10 Thn)

27. La Parenrengi 1845-1857 (12 Thn)

28. Tenriawaru Pancaitana Besse’ Kajuara 1857-1860 (3 Thn)

29. Singkeru’ Rukka 1860-1871 (11 Thn)

30. Fatimah Banri 1871-1895 (24 Thn)

31. La Pawawoi Karaeng Sigeri 1895-1905 (10 Thn)

32. La Mappanyukki 1931-1946 (15 Thn)

33. Andi Pabbenteng Petta Lawa 1946-1951 (5 Thn)

Urutan Nama Raja-Raja Gowa

1. Tumanurunga (+ 1300)

2. Tumassalangga Baraya

3. Puang Loe Lembang

4. I Tuniatabanri

5. Karampang ri Gowa

6. Tunatangka Lopi (+ 1400)

7. Batara Gowa Tuminanga ri Paralakkenna

8. Pakere Tau Tunijallo ri Passukki

9. Daeng Matanre Karaeng Tumapa'risi' Kallonna (awal abad ke-16)

10. I Manriwagau Daeng Bonto Karaeng Lakiyung Tunipallangga Ulaweng (1546-1565)

11. I Tajibarani Daeng Marompa Karaeng Data Tunibatte

12. I Manggorai Daeng Mameta Karaeng Bontolangkasa Tunijallo (1565-1590).

13. I Tepukaraeng Daeng Parabbung Tuni Pasulu (1593).  

14. I Mangari Daeng Manrabbia Sultan Alauddin Tuminanga ri Gaukanna
Berkuasa mulai tahun 1593 - wafat tanggal 15 Juni 1639. Merupakan penguasa Gowa pertama yang memeluk agama Islam.

15. I Mannuntungi Daeng Mattola Karaeng Lakiyung Sultan Malikussaid Tuminanga ri Papang Batuna
Lahir 11 Desember 1605, berkuasa mulai tahun 1639 hingga wafatnya 6 November 1653

16. I Mallombassi Daeng Mattawang Karaeng Bonto Mangape Sultan Hasanuddin Tuminanga ri Balla'pangkana
Lahir tanggal 12 Juni 1631, berkuasa mulai tahun 1653 sampai 1669, dan wafat pada 12 Juni 1670

17. I Mappasomba Daeng Nguraga Sultan Amir Hamzah Tuminanga ri Allu'
Lahir 31 Maret 1656, berkuasa mulai tahun 1669 hingga 1674, dan wafat 7 Mei 1681.
1. I Mallawakkang Daeng Mattinri Karaeng Kanjilo Tuminanga ri Passiringanna

18. Sultan Mohammad Ali (Karaeng Bisei) Tumenanga ri Jakattara
Lahir 29 November 1654, berkuasa mulai 1674 sampai 1677, dan wafat 15 Agustus 1681

19. I Mappadulu Daeng Mattimung Karaeng Sanrobone Sultan Abdul Jalil Tuminanga ri Lakiyung. (1677-1709)

20. La Pareppa Tosappe Wali Sultan Ismail Tuminanga ri Somba Opu (1709-1711)

21. I Mappaurangi Sultan Sirajuddin Tuminang ri Pasi

22. I Manrabbia Sultan Najamuddin

23. I Mappaurangi Sultan Sirajuddin Tuminang ri Pasi. (Menjabat untuk kedua kalinya pada tahun 1735)

24. I Mallawagau Sultan Abdul Chair (1735-1742)

25. I Mappibabasa Sultan Abdul Kudus (1742-1753)

26. Amas Madina Batara Gowa (diasingkan oleh Belanda ke Sri Lanka) (1747-1795)

27. I Mallisujawa Daeng Riboko Arungmampu Tuminanga ri Tompobalang (1767-1769)

28. I Temmassongeng Karaeng Katanka Sultan Zainuddin Tuminanga ri Mattanging (1770-1778)

29. I Manawari Karaeng Bontolangkasa (1778-1810)

30. I Mappatunru / I Mangijarang Karaeng Lembang Parang Tuminang ri Katangka (1816-1825)

31. La Oddanriu Karaeng Katangka Tuminanga ri Suangga (1825-1826)

32. I Kumala Karaeng Lembang Parang Sultan Abdul Kadir Moh Aidid Tuminanga ri Kakuasanna (1826 -    wafat 30 Januari 1893)

33. I Malingkaan Daeng Nyonri Karaeng Katangka Sultan Idris Tuminanga ri Kalabbiranna (1893- wafat 18 Mei 1895)

34. I Makkulau Daeng Serang Karaeng Lembangparang Sultan Husain Tuminang ri Bundu'na
Memerintah sejak tanggal 18 Mei 1895, dimahkotai di Makassar pada tanggal 5 Desember 1895. Ia melakukan perlawanan terhadap Hindia Belanda pada tanggal 19 Oktober 1905 dan diberhentikan dengan paksa oleh Hindia Belanda pada 13 April 1906. Ia meninggal akibat jatuh di Bundukma, dekat Enrekang pada tanggal 25 Desember 1906.

35. I Mangimangi Daeng Matutu Karaeng Bonto Nompo Sultan Muhammad Tahur Muhibuddin Tuminanga ri Sungguminasa (1936-1946)

36. Andi Ijo Daeng Mattawang Karaeng Lalolang Sultan Muhammad Abdul Kadir Aidudin (1956-1960) merupakan Raja Gowa terakhir, meninggal di Jongaya pada tahun 1978.